Rabu, 23 November 2011

Bensin atau Air?


Pertengahan September lalu, aku pergi ke salah satu bengkel resmi Honda di Jalan Gajah Mada Pontianak. Setelah pulang kampung lebaran, motor minta perawatan. Saat menunggu giliran motorku ditangani, ada motor salah satu pelangan bengkel yang mendapat giliran terlebih dahulu.
Seperti biasa, mekanik mengecek satu persatu kondisi kelengkapan motor. Stater, klakson, lampu sen dan lain sebagainya. Mekanik bertubuh ringkih yang sudah mulai bongkok, dengan rambut kepala memutih dan sulah dibagian jidatnya memulai tugasnya. Dipencet-pencetnya stater motor Revo biru keluaran tahun 2000an itu. Tak mau hidup. Dicobanya menggunakan stater kaki. Tak juga mau hidup.
Mungkin mekanik itu mengira tangki bensinnya kosong. Dibukanya tangki, kemudian digoyang-goyangnya motor. Untuk memastikan berisi atau tidak tangki itu. mengoyang-goyang motor, membantu untuk pengecekan kondisi bensin yang berada dalam tangki yang gelap itu.
Mekanik itu mulai heran dengan fakta yang ditemukannaya. Tangki berisi, tapi motor di stater tak ada ntanda-tanda kehidupan. Diceknya busi motor itu. Kemudian dicobanya lagi, tetap tak mau hidup.
Saat si mekanik mulai mengalirkan bensin dari selang yang tersambung dari tangki motor, dan dengan bensin itu yang akan digunakannya untuk membersihkan bagian-bagian motor. Dia kembali terkejut. Dan berkali-kali mengecek dan meyakinkan asumsinya. Dipanggilnya si pemilik motor.
“Bang, ini bukan bensin. Coba tengok! Air”, kata sang mekanik sambil menadahkan tangannya pada selang bensin yang mengalir deras diatas tempat bulat berbahan stainlis, mirip bejana yang dipakai dokter saat melakukan tindakan oprasi di rumah sakit.
“Iye ke Pak?”, tanya pemilik motor dengan wicara khas Madura dan nada agak tinggi karena terkejut dan nampak kesal dengan kondisi itu. Setelah mengecek sendiri, pemilik motor kemudian menelfon seseorang.
“Halo kak. Tadi kakak ngisi bensin dimane? Aek semue tu”, jelas sekali gurat kekesalan di wajahnya.
Wajar saja kalau abang itu kesal dengan kejadian itu. Yang pertama, dia pasti merasa tertipu penjual bensin di kios tempatnya membeli bahan bakar premium itu. Kedua, dengan hal itu, pastilah akan memberikan dampak negatif pada mesin kendaraan roda duanya.
Ternyata praktek-praktek penjual bensin curang masih berlangsung hingga kini. Sebenarnya praktek ini sudah sejak dulu dijumpai. Harusnya, kehadiran penjual eceran mampu memberi solusi bagi pengendara motor maupun mobil yang tidak memiliki waktu banyak untuk mengantre di pom bensin.
Tapi nyatanya? Malah penjual menjadi petaka bagi pembeli. Padahal penjual tidak akan mendapat rupiah kalau tak ada pembeli. Tapi, kadang demi mendapat keuntungan lebih dengan cara mudah, hal-hal serupa sering dipraktekkan oleh banyak pembisnis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar