Pertengahan
September lalu, aku pergi ke salah satu bengkel resmi Honda di Jalan Gajah Mada
Pontianak. Setelah pulang kampung lebaran, motor minta perawatan. Saat menunggu
giliran motorku ditangani, ada motor salah satu pelangan bengkel yang mendapat
giliran terlebih dahulu.
Seperti
biasa, mekanik mengecek satu persatu kondisi kelengkapan motor. Stater,
klakson, lampu sen dan lain sebagainya. Mekanik bertubuh ringkih yang sudah
mulai bongkok, dengan rambut kepala memutih dan sulah dibagian jidatnya memulai
tugasnya. Dipencet-pencetnya stater motor Revo biru keluaran tahun 2000an itu.
Tak mau hidup. Dicobanya menggunakan stater kaki. Tak juga mau hidup.
Mungkin
mekanik itu mengira tangki bensinnya kosong. Dibukanya tangki, kemudian
digoyang-goyangnya motor. Untuk memastikan berisi atau tidak tangki itu.
mengoyang-goyang motor, membantu untuk pengecekan kondisi bensin yang berada
dalam tangki yang gelap itu.
Mekanik
itu mulai heran dengan fakta yang ditemukannaya. Tangki berisi, tapi motor di
stater tak ada ntanda-tanda kehidupan. Diceknya busi motor itu. Kemudian
dicobanya lagi, tetap tak mau hidup.
Saat
si mekanik mulai mengalirkan bensin dari selang yang tersambung dari tangki
motor, dan dengan bensin itu yang akan digunakannya untuk membersihkan bagian-bagian
motor. Dia kembali terkejut. Dan berkali-kali mengecek dan meyakinkan
asumsinya. Dipanggilnya si pemilik motor.
“Bang,
ini bukan bensin. Coba tengok! Air”, kata sang mekanik sambil menadahkan
tangannya pada selang bensin yang mengalir deras diatas tempat bulat berbahan
stainlis, mirip bejana yang dipakai dokter saat melakukan tindakan oprasi di
rumah sakit.
“Iye
ke Pak?”, tanya pemilik motor dengan wicara khas Madura dan nada agak tinggi
karena terkejut dan nampak kesal dengan kondisi itu. Setelah mengecek sendiri,
pemilik motor kemudian menelfon seseorang.
“Halo
kak. Tadi kakak ngisi bensin dimane? Aek semue tu”, jelas sekali gurat
kekesalan di wajahnya.
Wajar
saja kalau abang itu kesal dengan kejadian itu. Yang pertama, dia pasti merasa
tertipu penjual bensin di kios tempatnya membeli bahan bakar premium itu. Kedua,
dengan hal itu, pastilah akan memberikan dampak negatif pada mesin kendaraan
roda duanya.
Ternyata
praktek-praktek penjual bensin curang masih berlangsung hingga kini. Sebenarnya
praktek ini sudah sejak dulu dijumpai. Harusnya, kehadiran penjual eceran mampu
memberi solusi bagi pengendara motor maupun mobil yang tidak memiliki waktu
banyak untuk mengantre di pom bensin.
Tapi
nyatanya? Malah penjual menjadi petaka bagi pembeli. Padahal penjual tidak akan
mendapat rupiah kalau tak ada pembeli. Tapi, kadang demi mendapat keuntungan
lebih dengan cara mudah, hal-hal serupa sering dipraktekkan oleh banyak
pembisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar