Rabu, 19 Januari 2011

Memenuhi Undangan Teman Lama

 "Ukh…ngapa tak ke rumah?”, begitu kira-kira pesan singkat yang dikirim dengan nomor 081256841282.
oleh sahabat lamaku.
“Ni siapa ya? Suryani ke?”, ku balas pesan singkat itu dengan pertanyaan. Aku tak mengenal nomor itu. Nomor asing. Aku penasaran. Dari nada bicara lewat pesan singkat itu, aku yakin orangnya sudah mengenalku. Terlebih dengan sapan ’Ukh’. Tapi aku kurang yakin dengan feelling ku.
”Ya, ana tak ada pulsa. Jadi ana pakai no alung”, jawabnya.
Begitu ku mendapatkan balasan sms itu, baru ku ingat jika aku ada janji dengannya. Beberapa hari lalu dia mengundangku untuk datang ke rumahnya.
”Acaranya di mana?”, tanyaku lagi.
”Di rumah ane”.
”Ok...nanti ana ke sana”. Aku harus ke warnet dulu sebelum menghadairi undangannya. Aku harus ke warnet, ada sesuatu yang harus ku selesaikan terelebih dahulu.
Aku langsung menuju Bundaran Net, tak jauh dari pasar Kemuning Kota Baru. 30 menit kemudian aku sudah kembali ke rumah. Aku harus pulang menjemput adikku terlebih dahulu. Aku mau membawanya kali ini. Aku pun langsung menuju rumah Suryani sahabatku di kawasan Gang, Alam Damai Indah 3, Ampera, ujung Kota Baru.
Suryani adalah sahabat lamaku. Dia juga sahabat terdekatku sejak 8 tahun lalu. Kami menjalin persahabatan sejak kami masih SMP. Kami saling kenal sejak duduk di bangku  kelas satu. Tapi setelah 1 tahun saling kenal kami baru bisa menjadi sahbat dekat. Aku dan dia belajar di sekolah yang sama. Kami menjadi semakin dekat, karena kami melalui hari-hari dan rutinitas yang sama. Kami tinggal di asrama tahun 2000 dulu.
Hari sudah hampir gelap saat aku tiba di rumahnya.
”Hei...masukklah! Tinggal duluk ye? Nak mandik tempat Aji lok. Tak ade aek, jadi harus ngungsi mandiknye”, kata Suryani saat aku tiba. Aji adalah bibi Suryani. Aji tinggal di daerah yang sama. Hanya saja Aji dan suaminya tinggal di komplek yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari rumah Suryani.
”Ye lah. Ade siape di rumah?”, aku bertanya.
”Ade be Salbiah, Aji, banyak be yang lain”, katanya.
Rumah Suryani berada hampir di ujung gang bersemen. Gang itu cukup panjang. Entah sampai mana ujungnya. Setahuku ujung gang tersebut adalah kebun milik warga setempat.
Bukan baru sekali ini aku ke rumah sahabatku yang satu ini. Aku sudah sering ke rumahnya. Jika berkunjung ke rumahnya, aku seperti mengobati rinduku pada kampung halamnku. Lingkungan rumah Suryani, tak jauh beda dengan lingkugan rumah di pedesaan. Walaupun Ampera masih masuk wilayah kota Pontianak. Akan tetapi, kondisinya jauh berbeda dengan situasinya jauh berbeda. Walaupun jarak antara rumah Suryani dan jalan utama hanya 1 kilometer, tapi perbedaanya sanggat kontras.
Rumah itu, jauh dari kata mewah. Dinding dan lantainya terbuat dari kayu. Seng atap rumahnya sudah berkarat. Dindingnyapun mulai usang. Kondisi rumah ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan 8 tahun silam saat aku masih sering berkunjung ke rumah ini. Di dalamnya pun tak ada perabotan mewah. Ada sofa berwarna abu-abu yang warnanya sudah memudar. Ada juga satu lemari perabotan yang berisi piring, sendok, dan perkakas dapur. Tak ada perabotan lain atau hiasan dinding disana.
Ruang tamu itu nampak lapang. Sofa abu-abu yang biasanya berada  di sana tak ada lagi dan sudah beralih tempat di ruang belakang, dapur. Tak ada permadani. Yang ada hanya karpet (tikar pelastik) kotak-kotak berwarna ungu. Ada sebuah kipas angin yang sudah tak bisa berputar dengan sempurna. Kipas angin itu sudah berusia 7 hingga 8 tahun. Sudah seusia persahabatanku dengan Suryani. Seingatku, kipas itu baru di beli saat kami masih duduk di bangku kelas 1 SMP dulu.
Di ruangan belakang, dapur ada beberapa orang yang sedang menyiapkan hidangan. Sedangkan di kamar depan, sudah tersusun rapi piring-piring kecil yang berisi ketan (nasi pulut), baoulu dan cucur makanan khas Madura. Sekilas dari apa yang kupandag, ada beberapa piring yang berisi buah-buahan yang tersusun rapi. Yang bisa kulihat dengan jelas adalah buah nanas. Yang lainnya aku tak tahu. Buah-buahan itu tersusun rapi, menyerupai susunan buah yang hendak di jadikan sesajen (persembahan).
Di sebelah kiri rumahnya, terdapat sebuah kandang ayam, 7 atau 8 tong penampung air hujan yang terbuat dari semen. Tak jauh dari kandang dan tong penampung air hujan, terdapat kebun yang ditanami nanas, umbi-umbian, sesekali ditanami jagung, ada pohon pepaya. Tidak hanya itu, semak belukarpun masih bisa terlihat disana. Masih banyak lahan yang belum digarap.
Halaman depan rumah, tampak rapi dan bersih. Tak ada satu rumputpun yang tumbuh disana. Tepat di tepi rumah bagian depan, ditanami beberapa bunga. Dibagian depan sebelah kiri, terdapat tumpukan kayu bakar yang digunakan untuk memasak. Sedangkan di sudut kanan bagian depan terdapat beberapa kulibek yang ditanami daun selada.
Aku sempat mengamati suasana sore itu. Aku berjalan di halaman rumahnya. Aku melongok ke sumur yang terdapat di halaman depan rumah juga yang selama ini menjadi sumber air utama untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci piring dan baju keluarga Suryani. Ternyata sumur itu airnya  kering, karena kemarau.
”Syukurlah Suryani mengingatkanku hari ini. Kalau tidak aku pasti lupa kalau aku ada janji hari ini”, gumamku dalam hati. Aku jadi teringat dengan kata-katanya seminggu sebelumnya.
”Nananti hari Kamis malam Jum’at datang ke rumah ye! Acara biasalah”, katanya. Aku pun menyanggupinya, dengan ketentuan jika aku tak ada agenda dadakan. Tapi, ternyata aku benar-benar lupa dengan undangannya itu kalau aku tidak diingakannya.
Dia mengundangku hari ini untuk menghadiri acara peringatan hari besar Islam, Maulid Nabi. Dia tak pernah lupa mengundangku setiap diadakannya Maulid Nabi yang diadakannya. Tapi aku lagi-lagi lupa dan baru kali ini aku bisa menghadirinya.
Maulid Nabi adalah salah satu hari besar umat Islam untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Menurut keterangan teman-temanku yang bersuku Madura, jika peringatan Maulid Nabi menjelang akan ada peringatan selama satu bulan full yang dilaksanakan secara bergantian di rumah masyarakat suku Madura.
Usai shalat Maghrib, orang-orang mulai berdatangan. Ternyata hanya laki-laki saja yang menghadiri. Tidak untuk perempuan. Perempuan yang hadir di acara semacam ini, hanya sedikit saja. Hanya keluarga, tetangga dan orang-orang terdekat.
Acara di mulai tepat setelah shalat Isya. Ada satu orang yang memberikan ceramah agama. Entah siapa yang memberikannya. Aku tak tahu, karena aku berada di kamar membantu Suryani menyiapkan kue yang akan di hidangkan. Setelah ceramah agama, dilanjutkan dengan membaca Yasin dan doa. Setelah rangkaian acra itu selesai, semua tamu menikmati jamuan, nasi.
Jamuan kue di hidangkan diawal acara, sebelum acara inti dimulai. Setelah acara inti tamu menikmati hidangan nasi putih, dengan lauk gulai ayam, sup, sayur fajri(sayur nanas), telur saos, sambal belacan plus kerupuk.
Saat tamu menikmati jamuan, aku dan adikku pamit pulang.
”Sur, Ambar pulang lok ye? Udah malam ni. Dah jam sembilan lewat”. Aku sebenarnya tak enak pamitan sebelum semuanya selesai. Tapi aku harus pulang. Hari sudah malam. Sedangkan adikku harus sekolah keesokan harinya.
”Tunggulah lok! Bentar lagi”, kata Suryani. Hari sudah malam.
”Ambar dah harus pulang. Nanti Ambar kenak kuncikan pintu”, dalihku.
”O...yelah”, akhirnya Suryani menyerah. Aku pamitan dengan empunya acara. Paman, bibi, nenek serta beberapa keluarga dekat Suryani.
Inilah pengalaman pertama menghadiri acara Maulid Nabi di tengah-tengah komunitas Madura selama 8 tahun aku mengenal baik keluarga ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar