Kamis, 27 Januari 2011

Ajakan Tanam Pohon


Sinar matahari begitu menyengat siang itu (21/1/2011), membuatku malas beraktifitas luar ruangan. Apa lagi rumah teman Bapakku di komplek Korpri Sungai Raya Dalam. Kata temanku, lokasinya cukup jauh. Cuaca panas, lokasi jauh, membuatku tambah malas. Tapi, aku harus tetap pergi. Karena aku harus menyampaikan amanah Bapakku.
Kulangkahkan kakiku menuruni tangga Malay Corner, Perpustakaan STAIN Pontianak. Aku memacu motorku laju. Berharap segera sampai ke tujuan. Aku mampir di salah satu bank di depan A. Yani Mega Mall. Baru saja aku memarkirkan motor, baru mau melewati motor-motor yang lain yang terparkir disana dan belum sempat sampai di teras ATM. Aku dihampiri laki-laki berkulit putih, rambut disisir tegak berdiri, menggunakan kaos merah dan celana hitam. Dia menghampiriku, dengan jabatan tangan ramah.
“Selamat siang kakak...”. Ia menyapaku dengan kakak dengan ramah. Ini salah satu ciri budaya timur, ketika baru bertemu dengan orang yang belum dikenal. Kalau tidak kakak, biasanya menggunakan sapaan adek. 
“Siang,” aku menjawab dengan keherananku.
Dalam benakku terlintas, ada apa tiba-tiba orang itu menghampiri? Tapi aku tidak curiga yang macam-macam. Kemudian dia menjelaskan dengan gaya bicara yang cepat. Tapi apa yang dibicarakannya kutangkap jelas dan runut. Satu persatu dia memberi penjelasan. Dia mulai dengan membicarakan ekstrimnya cuaca Pontianak yang melebihi panasnya di Jakarta. Menurutnya, Pontianak lebih panas dari pada Jakarta. Tapi panasnya Jakarta lebih berbahaya dari pada di Pontianak, karena pengaruh polusi yang terjadi di Jakarta.
Setelah mendengar itu aku kemudian menerka-nerka. Apa sebenarnya yang ingin disampaikannya. Aku mencoba mengamati ID card yang dipakainya. Kukira dari situ aku bisa mendapat jawaban dari pertanyaanku. Tapi aku tak berhasil, karena tulisan di ID itu kecil-kecil. Tak terbaca olehku. Aku mencari ciri khas lain yang mungkin bisa kujadikan klu. Aku menemukan gambar panda dibajunya. Gambar itu tak terlalu besar, tapi nampak jelas.
Melihat itu aku langsung teringat film yang pernah tayang disalah satu stasiun televisi. Film itu menceritakan usaha salah satu lembaga untuk menyelamatkan populasi panda yang habis diburu pemburu liar. Dan lambang yang digunakan oleh lembaga itu sama dengan gambar yang ada dikaos orang yang sedang berbicara didepanku. Aku dapat gambaran arah pembicaraanya.
Belum juga aku selesai mengira-ngira dia lalu memperkenalkan kalau dia dari WWF. WWF yang sedang melakukan usaha untuk mereboesasi hutan yang sudah banyak dibabat demi rupiah. Pihak WWF mencari sukarelawan yang bisa membantu dengan menyumbangkan Rp. 5.000 perharinya. Pihak WWF bekerja sama dengan 2 bank, dan jika yang ingin bekerja sama dengan WWF memiliki rekening di 2 bank tersebut setiap tanggal 15 akan dipotong secara otomatis.
“Kakak kalau ikut berpartisipasi menjadi relawan pencinta lingkungan ini, artinya kakak memberikan kontribusi untuk melestarikan hutan kita dan ini ‘tabungan’ untuk anak cucu kakak nantinya,” katanya.
Aku mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju. Aku setuju dengan yang dijelaskan orang dihadapanku itu. Aku tertarik untuk ikut berpartisipasi. Kemudian mengalirlah perbincangan kami. Dia menyaranku untuk datang ke stand WWF di lantai dasar Mega Mall, jika ingin mendapatkan penjelasan yang lebih detil. Ditengah perbincangan kami, tiba-tiba dia menanyakan berapa usiaku. Aku jawab 23. Karena memang itu angka aku ada di dunia ini.
“Wah..sayang kak. Kakak belum bisa berpartisipasi. Karena yang boleh berpartisipasi yang usianya 25 atau 26 tahun ke atas”.
“Jadi, saya tidak boleh? Kenapa begitu?,” tanyaku menyesal mendengarnya.
“Iya belum boleh kakak. Ini peraturan dari bank yang bekerjasama dengan kami. Kami hanya mengikuti aturannya”.
Sungguh sayang, aku tak bisa ikut serta. Padahal aku sudah membayangkan jika bisa berpartisipasi, aku bisa menabung untuk generasi penerusku. Lagi kalau banyak orang yang memiliki kesadaran seperti yang dilakukan WWF, pastilah cuaca Pontianak khususnya tidak akan seextrim saat ini.
Siang hari, panas menyengat kulit tanpa ampun. Jika sudah begitu cuacanya, malam harinya jalanan dipenuhi kabut. Dada akan terasa sesak karena banyak asap yang masuk ke dalam paru-paru. Sungguh menyiksa. Belum lagi kalau sedang musim penghujan. Karena pohon yang menyerap air sudah semakin langka, daratan akan dengan cepat tergenag. Tapi, ini juga akibat ulah manusia sendiri. Apa mau dikata?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar