Senin, 01 Oktober 2012

Simbok Menunggu Purnama

Ditulis: Ambaryani
Simbok duduk dikursi kayu depan rumahnya. Setelah tarawih, Simbok mencari angin. Pohon-pohon ubi kayu yang ditanamnya didepan rumahnyapun diamatinya. Simbok duduk sendiri. Pandangannya kemudian tertuju ke langit, tertuju pada bulan.
Ini malam kesekian kalinya Simbok duduk-duduk dan mengamati malam. Mengamati langit yang terang. Ini dilakukanya sejak awal Ramadhan. Dari bulan sabit, bulan separuh, hingga sekarang bulan dilihatnya hampir penuh. Simbok sedang menunggu-nunggu bulan penuh, besar dan terang. Tanda bulan purnama.
Simbok bertanya-tanya dalam hati. Dan bulan, akan menjawab pertanyaanya. Menjawab kebingungan Simbok atas perbedaan awal puasa. Simbok hanya mengikuti apa yang ditetapkan pemimpinnya. Karena itu yang selama ini Simbok lakukan, dan itu juga yang Simbok ajarkan pada anak cucunya.
“Kita ikut saja apa yang sudah pemimpin kita tetapkan. Tidak mungkin to, pemimpin yang keputusannya dipakai rakyatnya 1 negara diambil sembarangan”.
Itu jawaban Simbok dari dulu saat atas pertanyaan anak, bahkan kini cucunya. Itu yang selalu Simbok katakan. Tak berubah hingga sekarang. Meskipun perbedaan itu semakin sering terjadi. Saat pertanyaan muncul, ketika terjadinya perbedaan di awal bulan Mulia. Simbok tidak mempersoalkan perbedaan itu. Itu juga yang Simbok terapkan pada anak cucunya.
Anak-anak Simbok sudah besar. Ada yang sudah bisa mengambil keputusan sendiri. Mau ikut yang mana. Simbok sadar betul, anak-anaknya kini sudah semakin pintar. Terlebih, setelah mengenyam bangku pendidikan. Simbok lebih sering mendengar dari pada bicara. Kini anaknya sudah dewasa.
Tapi, diam-diam Simbok penasaran. Penasaran dengan perbedaan yang sering terjadi. Penasaran mengapa seakan perbedaan itu menimbulkan sedikit rekahan. Simbok mencari sendiri jawaban atas rasa penasarannya. Dengan kemampuan Simbok yang terbatas. Tentulah jawaban itu hanya bisa menjawab pertanyaan dalam diri Simbok atau hanya menjawab rasa penasaran Simbok.
 Saat duduk didepan rumah, sambil menamati bulan Simbok mengerak-gerakkan jari-jarinya. Simbok mulai menghitung. Menghitung sudah berapa hari dia berpuasa. 12 hari. 3 hari lagi tanggal 15. Ini menurut perhitungan awal Ramadhan yang Simbok ikuti.
Simbok menunggu dengan sabar. Menunggu jawaban atas rasa penasarannya. Menunggu datangnya purnama. Purnama akan datang tepat pada waktunya. Simbok akan segera mendapat jawaban atas pertanyaanya.
Simbok kemudian terpikir, purnama akan menjadi bahan evaluasi. Evaluasi untuk meminimalisir rekahan perbedaan. Agar rekahan itu bisa merapat kembali. Bukan sebaliknya. Semakin lama semakin membesar, dan akhirnya menjadi jurang. Semoga saja tidak terjadi. Walaupun merah, kuning, hijau. Tapi tetap erat dalam satu lengkungan, pelangi akan selalu indah dengan berbagai warna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar