Simbok duduk dikursi kayu depan
rumahnya. Setelah tarawih, Simbok mencari angin. Pohon-pohon ubi kayu yang
ditanamnya didepan rumahnyapun diamatinya. Simbok duduk sendiri. Pandangannya
kemudian tertuju ke langit, tertuju pada bulan.
Ini malam kesekian kalinya Simbok
duduk-duduk dan mengamati malam. Mengamati langit yang terang. Ini dilakukanya
sejak awal Ramadhan. Dari bulan sabit, bulan separuh, hingga sekarang bulan
dilihatnya hampir penuh. Simbok sedang menunggu-nunggu bulan penuh, besar dan
terang. Tanda bulan purnama.
Simbok bertanya-tanya dalam hati.
Dan bulan, akan menjawab pertanyaanya. Menjawab kebingungan Simbok atas
perbedaan awal puasa. Simbok hanya mengikuti apa yang ditetapkan pemimpinnya.
Karena itu yang selama ini Simbok lakukan, dan itu juga yang Simbok ajarkan
pada anak cucunya.
“Kita ikut saja apa yang sudah
pemimpin kita tetapkan. Tidak mungkin to, pemimpin yang keputusannya dipakai
rakyatnya 1 negara diambil sembarangan”.
Itu jawaban Simbok dari dulu saat
atas pertanyaan anak, bahkan kini cucunya. Itu yang selalu Simbok katakan. Tak
berubah hingga sekarang. Meskipun perbedaan itu semakin sering terjadi. Saat pertanyaan
muncul, ketika terjadinya perbedaan di awal bulan Mulia. Simbok tidak
mempersoalkan perbedaan itu. Itu juga yang Simbok terapkan pada anak cucunya.
Anak-anak Simbok sudah besar. Ada
yang sudah bisa mengambil keputusan sendiri. Mau ikut yang mana. Simbok sadar
betul, anak-anaknya kini sudah semakin pintar. Terlebih, setelah mengenyam
bangku pendidikan. Simbok lebih sering mendengar dari pada bicara. Kini anaknya
sudah dewasa.
Tapi, diam-diam Simbok penasaran.
Penasaran dengan perbedaan yang sering terjadi. Penasaran mengapa seakan
perbedaan itu menimbulkan sedikit rekahan. Simbok mencari sendiri jawaban atas
rasa penasarannya. Dengan kemampuan Simbok yang terbatas. Tentulah jawaban itu
hanya bisa menjawab pertanyaan dalam diri Simbok atau hanya menjawab rasa
penasaran Simbok.
Saat duduk didepan rumah, sambil menamati
bulan Simbok mengerak-gerakkan jari-jarinya. Simbok mulai menghitung.
Menghitung sudah berapa hari dia berpuasa. 12 hari. 3 hari lagi tanggal 15. Ini
menurut perhitungan awal Ramadhan yang Simbok ikuti.
Simbok menunggu dengan sabar.
Menunggu jawaban atas rasa penasarannya. Menunggu datangnya purnama. Purnama
akan datang tepat pada waktunya. Simbok akan segera mendapat jawaban atas
pertanyaanya.
Simbok kemudian terpikir, purnama
akan menjadi bahan evaluasi. Evaluasi untuk meminimalisir rekahan perbedaan.
Agar rekahan itu bisa merapat kembali. Bukan sebaliknya. Semakin lama semakin
membesar, dan akhirnya menjadi jurang. Semoga saja tidak terjadi. Walaupun
merah, kuning, hijau. Tapi tetap erat dalam satu lengkungan, pelangi akan
selalu indah dengan berbagai warna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar