Baru beberapa hari puasa, Simbok
sudah ditawari kue lebaran oleh temannya. Saat itu, belum genap 10 hari
Ramadhan. Simbok menolak dengan gayanya yang khas.
“Maaf, Simbok sudah dapat jatah
rempeyek lebaran dari anak”, begitu kata Simbok pada temannya.
“Peyeknya enak lho Mbah...Renyah.
1 kg Cuma Rp. 65.000. Saya selalu pesan kalau tiap lebaran”, begitu kata teman Simbok
mencoba merayu Simbok.
Simbok ditawari peyek oleh
temannya. Pikir Simbok, temannya tau saja kalau peyek salah satu yang selalu
menjdi hidangan lebaran Simbok. Ya, peyek adalah salah satu pengisi toples
lebaran Simbok. Dan peyek akan menjadi suguhan yang laris manis. Walaupun
rasanya tidak manis, asin. Hampir rata di rumah tetangga-tetangga Simbok ada
peyek. Walaupun hampir tiap rumah ada peyek, toples peyek akan kosong paling
duluan.
Simbok sempat geleng kepala. Baru
beberapa hari puasa, sudah ada saja yang menawarinya kue lebaran. Tentu saja
tawaran itu tidak membuat Simbok tergoda. Terlebih, Simbok tidak repot-repot.
Lebaran, apa yang ada yang Simbok
hidangkan. Peyek, renginang, kerupuk ubi, keripik ubi, keripik pisang, keripik
keladi, keripik sukun, kerupuk terigu, sesekali ada dodol, dan jajanan pasar
jika ada uang lebih.
Dengan hidangan-hidangan itu, tak
membuat Simbok mumet saat lebaran. Simbok hanya perlu memanen hasil kebun, dan
membeli minyak goreng+bumbu dapur. Hidangan itu Simbok produksi sendiri,
dibantu anak-anaknya. Itupun disiapkan saat lebaran sudah dekat.
Simbok kadang agak sedikit heran
dengan kebanyakan tetangga Simbok. 15 hari puasa sudah menghabiskan waktu
didapur untuk membuat kue lebaran. Padahal sebagian teman Simbok juga
mengeluhkan mahalnya harga bahan dasar membuat kue. Ada juga teman Simbok yang
tak berani menerima pesanan kue lebaran, karena bahan kue mahal. Khawatir
konsumen mengeluh jika harga kue lebih mahal.
Tidak hanya itu, ada yang mulai
repot memermak rumah. Mengecat kembali rumah yang warnannya masih mentereng,
menganti horden, bunga hias, toples baru, menganti kursi hingga trend menganti
motor lama saat menjelang lebaran.
Tentunya itu tak berlaku pada Simbok.
Kue lebaran seadanya. Yang terpenting kumpul dengan anak cucu, itu yang membuat
lebaran Simbok sangat berharga. Rumah Simbok dari awal ditempati hingga saat
ini, tak sedikitpun teroles kuas cat.
Rumah itu dibiarkan alami dengan
warna kayu asli. Kaca jendela juga, tak berhorden. Lantai tak berpermadani. Simbok
hanya rutin mengepel lantai rumahnya sehingga terlihat bersih. Begitu juga kaca
jendelannya, seminggu 2 kali dibersihkan. Itu membuat pekerjaan Simbok dan
anak-anaknya lebih ringan saat menjelang lebaran. Hanya tinggal menjalankan apa
yang sudah selalu dilakukan tiap hari.
Halaman rumah, hanya tinggal
dibersihkan rumput-rumput yang sudah mulai banyak. Disapu, agar daun-daun
kering dari pepohonan yang ada disekitar rumah Simbok tidak membuat halaman
kotor. Di halaman itu, hanya ada 1, 2 bunga yang anak Simbok tanam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar