Kamis, 26 Januari 2012

Sepengal Cerita (cerpen)


Ditulis: Ambaryani
“De, kau dimana?,” Wina mengirimkan pesan singkat pada Deka.
Wina sudah menunggu Deka di danau Sebedang sejak 15 menit yang lalu. Mereka sengaja merencanakan pertemuan ini di danau Sebedang. Menurut Wina disanalah tempat yang tepat untuk bertemu Deka, dan lepas dari pengawasan ayahnya. Dan Sebedanglah saksi kegigihan keduanya mempertahankan kesetiaan ditengah tentangan.
Yahya Ayah Wina tidak menyetujui adanya hubungan itu. Entah apa alasan Yahya tidak menyetujui hubungan anaknya. Bahkan Yahya mengirim Wina sekolah ke luar kota. Harapannya, Wina bisa jauh dan tak lagi dekat-dekat dengan laki-laki yang dipuja anak pertamanya.
Semakin dijauhkan, Winapun hampir tak peduli dengan larangan sang ayah. Menurutnya, tak ada alasan kuat ayahnya melarang mereka dekat. Akhirnya mereka menjalin hubungan diam-diam. Jarak, tak mampu membuat mereka pisah. Semakin mendapat tentangan dari sang ayah, Wina semakin gigih mempertahankan hubungannya. Saat pulang ke kota asalnya, Sebedanglah tempat pertemuan mereka.
Membunuh jenuh menunggu Deka, Wina mengelilinggi danau Sebedang. Danau yang semakin lama kehilangan keasriannya. Tepian danau semakin ramai dengan sampah peninggalan pengunjung danau. Dangau-dangau yang didirikan diatas tepian danau banyak yang hampir roboh. Kios-kios pedagang banyak yang kosong.
“Long, De dah diujung danau,” pesan singkat Deka menghentikan perjalanan Wina mengelilingi danau.
“Tunggu!”, Wina membalas singkat.
Keduanya bertemu diujung danau. Tak banyak yang mereka bicarakan. Mereka saling merenung, akan rumitnya hubungan mereka. Pikiran keduanya menerawang jauh. Menebak-nebak rahasia dimasa datang yang akan mereka hadapi.
“Apa De kuat?,” kata Wina tiba-tiba.
“Maksud Win?”.
“Dengan tentangan Bapak”.
“Kalau Win benar-benar serius dengan hubungan ini, De pasti kuat”.
Mata Wina berbinar dengan kesungguhan Deka. Dia tak menyangka akan mendapatkan jawaban sebijak itu dari laki-laki yang selama ini diremehkan oleh ayahnya. Wina semakin yakin dengan pilihannya. Ada kedewasaan yang tak terduga dibalik ketidak seriusan wajah Deka. Sejak hari itu keduanya bertekad bertahan apapun yang terjadi dan akan membuktikan, kesungguhan mereka berdua patut diperhitungkan.
Setelah keduanya selesai pendidikan menengah atas, Deka memutuskan untuk menunjukkan keseriusanya pada orang tua Wina. Awalnya Wina melarang, dia khawatir ayahnyha akan memisahkan mereka berdua. Deka tetap dengan keputusannya untuk menemui orang tua Wina.
Pertengahan 2006, pertama kalinya Deka menginjakkan kaki di rumah Wina setelah mereka menjalin cinta. Amarah terbaca jelas di wajah Yahya. Tak bisa ditutupi. Deka sudah siap dengan luapan amarah laki-laki yang telah membesarkan wanita yang dicintainya.
“Pak, maafkan kami yang tidak patuh dengan Bapak. Tapi, kami sungguh-sungguh Pak.”
“Sungguh-sungguh apa? Memang kalian sudah mau serius?,” Yahya tidak menyangka Deka akan setenang itu menghadapinya.
“Iya, kalau Bapak izinkan kami untuk serius.”
“Kalau kalian mau menikah secepatnya! Tapi, kalau tidak, jangan pernah berhubungan lagi!”
Mendengar jawaban positif meski mengantung dan penuh emosi, Deka dan Wina sumringah. Keduanya menghela nafas panjang, dan tak mengira jawaban itu akan keluar dari mulut laki-laki yang selama ini begitu menentang keduanya. Tanpa berpikir panjang, keduanya mengiyakan. Mereka tak mau menyia-nyiakan restu yang telah didapat.
Minggu itu juga kedua belah pihak keluarga bertemu dan membicarakan rencana pernikahan dua sejoli muda yang baru saja mentas dai pendidikan SMA. Wina dan Dekapun tak berkecil hati dengan pernikahan yang ala kadar. Keduanya sadar, tak ada persiapan yang matang untuk melangsungkan sejarah penting dalam kehidupan mereka. Tapi itu tak membuat mereka mengurungkan niat untuk segera menikah. Keluarga Deka yang tidak memiliki kemampuan ekonomi, menyerahkan semua urusan pada kedua mempelai dan bakal besannya.
Saat akad nikah dilangsungkan, Deka berbesar hati dengan menggenakan jas milik bakal mertuanya. Sedangkan Wina tak berkurang sedikitpun kebahagiaanya karena cicin perinkahan yang Deka berikan terlalu besar untuk jari manisnya.







     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar