Oleh: Ambaryani
Minggu
di ujung Mei 2011. Refreshing. Melepas lelah, setelah beberapa bulan penat
kerja dan seluruh aktifititas. Perjalanan yang tak direncanakan. Awalnya, hanya
ingin menghadiri undangan teman yang menikah di Mempawah. Neni namanya. Dulu
dia satu kos dengan kami.
Rencana
awal pagi-pagi cau dari kos Atlas, aku dan teman-teman ingin mengunjungi pantai
terlebih dahulu. Setelah itu, siang menjelang sore baru undangan. Rencana sudah
sip. Kami berangkat.
Diperjalanan,
ternyata ada perubahan. Kami berpikir untuk undangan terlebih dahulu. Perhitungannya,
khawatir kami akan ngkabur. Maksudnya kalaf ketika ketemu pantai. Main
nyebur dan basah-basahan. Tentu saja, dengan begitu agak repot mau bebenah lagi
kalau mau undangan. Maksudnya, kalaupun akan basah-basahan, tinggal pulang. Tak
perlu mampir-mampir lagi.
Kami
sempat bingung. Mengapa bingung? Mau undangan dulu, masih terlalu pagi. Karena
sambil mikir-mikir, tempat resepsi temanku sampai kelewatan. Dasarnya, kami
juga belum tau posisi rumah yang punya hajatan. Hanya tau di Mempawah, sebelum
sungai Kunyit.
“Dah
lewat rumah Neni...Huh, memanglah kepala jalan ni. Kira gak tau atau sambil
matau-mantau”, Eka protes padaku dan Diana yang memang sejak awal memimpin
perjalanan.
“He,
he...”, aku dan Diana hanya nyengir. Karena dari awal perjalanan turun daro
kos, kami banyak ngobrol. Sampai lupa. Kamipun putar arah. Temanku mengerutu di
belakang.
Kami
sampai di rumah Neni. Tukang parkir mengarahkan motor kami ke rumah tetangga
Neni. Kami maju mundur. Ragu. Mau lanjut undangan, atau ikut rencana awal.
Tempat resepsi masih lengang. Nampaknya baru selesai acara kelarga.
Prasmananpun masih kosong. Kami menunggu sambil mengulur waktu.
Tentu
saja kedatangan kami yang masih terlalu pagi, mengundang perhatian orang-orang
ditempat resepsi. Kami tertawa dan saling pandang. Tuan rumah kelabakan ada
tamu seawal itu. Pelaminanpun masih kosong. Belum ada pengantin. Agak lama kami
menunggu. Memberi waktu tuan rumah bersiap-siap.
Hampir
15 menit kemudian, ada bunyi musik dan pasangan pengantinpun keluar dengan baju
merah. Keluarnya pengantin, tanda kami harus segera bertamu. Neni senyum-senyum
melihat kedatangan rombongan teman-teman kosnya. Nampak aura bahagianya. Setelah
menyantap hidangan, isi angpau dan berpose dengan pengantin,kami melanjutkan
perjalanan.
Pantai
Samudra. Ini juga bukan tujuan awal kami. Intinya, kami harus sampai pantai. Rasanya
sampai ke Pantai Samudra terlalu jauh. Tapi, Eka malah mau lanjut ke Pasir
Panjang. Tapi, banyak yang tidak setuju. Jauh. Khawatir waktu habis dijalan.
Ini pertama
kalinya aku sampai tempat wisata ini. Kami langsung menuju ke arah pendopo yang
sepi ditepian pantai. Ingin benar-benar menikmati. Tak lama melepas lelah
dipendopo, kami mengambil angel masing-masing. Ada yang menikmati tiupan nagin
diatas bebeatuan, ada yang jeprat-jepret.
Semakin
siang, pantai semakin ramai. Bebatuan seakan berpenghuni semua. Melepas penat,
sambil rebahan diatas batuan besar. Batu-batu besar itu juga menjadi wall kreatifitas
pengunjung. Banyak yang mencoret-coret. Tak hanya itu, disela-sela batu, banyak
sampah peningalan pengunjung.
Aku pindah
dari satu batu ke bebatuan yang lain. Mencari posisi yang nyaman. Akhirnya, aku
dan teman-teman memilih satu batu yang besar dan permukaannya lebar. Kami kumpul
disana. Membongkar bekal masing-masing.
Nikmat.
Sayang, Pontianak tak punya pantai. Paling dekat harus ke Mempawah jika ingin
ke pantai. Jadi tak bisa sering bolak-balik. Makan waktu.
Asik
melihat deburan ombak. Pulau dihadapanku, seakan semakin mendekat karena terus
kupandang. Bebatuan yang masuk ke perairan semakin siang, semakin terendam. Air
pasang. Aku masih betah menjadi penunggu batu. Beberapa teman, sudah main
basah-basahan. Aku terusik dengan riuhnya suara temanku yang sudah bermain air.
Akupun ikut turun. Tanpa basah-basahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar