Rabu, 25 Januari 2012

Ada-Ada Saja


Ditulis: Ambaryani
Senin sore 28 November 2011 aku mendapat sms dari Ibuku di kamupung. Memperingatkan agar hati-hati dijalan. Kata Ibu, di kampung ada kasus hipnotis. Warga Sabung, nama kampung ditengah PT. Sawit korbannya. Jalan menuju kampungku memang melewati perkebunan sawit. Jalan sawit, memang agak ngeri saat melewatinya. Bukan apa-apa. Orang yang memiliki niat jahat, akan dengan mudah beraksi di sana.
Kata Ibu, pelaku hipnotis mencegat korban ditengah jalan. setelah berhenti, korban ditepuk punggungnya. Setelah itu, pelaku menjarah barang berharga korban. Ada uang 300 ribu melayang, ada juga yang harus merelakan motor baru yang barunya digasak.
Kasihan mendegar kejadian itu. Aksi kejahatan semakin hari bukannya semakin menurun, tapi sebaliknya. Faktor utama pendorong hal seperti ini, bisa karena tak adanya lapangan pekerjaan, tak adanya skill dan latar belakang pendidikan untuk menjemput pekerjaan atau bisa dikatakan lebih kepada gengsi. Pilih-pilih pekerjaan, hingga tak dapat-dapat.
Kemudian menemukan jalan buntu, yang melahirkan pikiran-pikiran instan. Mencari jalan pintas untuk mendapat rupiah. Maraknya aksi kejahatan, mau tak mau membuat siapapun harus lebih waspada dan hati-hati.
Aku jadi ingat kejadian di pengujung Oktober. Aku dan 2 orang teman sedang menunggu diteras tempat kerjaku. Pintu masih terkunci. Si bos masih diperjalanan.
Disela-sela menunggu, datang laki-laki bercelana pendek hitam dan baju kaos plus topi. Dia juga membawa tas kecil hitam. Taksiranku, usianya belum kepala 3.
Dia bilang sudah ketemu si bos kemaren malam. Katanya bos menyetujui dia membersihkan halaman kantor kami.
“Saye kerjekan ye kak. Saye dah ketemu abang,” katanya dengan muka memelas.
“Abang siapa yang ditemui?”. Dia tak bisa menyebutkan nama yang sudah ditemuinya. Aku dan temanku semakin curiga.
“Nantik jak bang, soalnya kami tak tau menau. Kalau abang bersihkan, setelah itu tanggung jawab bos,” kataku. Temanku juga mengiyakan. Dia sependapat denganku.
Tiba-tiba dia menggeluarkan selembar kertas bertulis tangan. Temanku yang membacanya. Aku sudah berpikir macam-macam.
Kata temanku, dia minta bantuan untuk biaya oprasi mengeluarkan pen yang tertanam di paha kirinya. Dia juga menunjukkannya. Ada luka yang mulai membusuk. Aku hanya melihat sekilas. Tidak tahan melihatnya.
Saat pria itu menyisingkan celana pendeknya. Dia sambil meringis kesakitan. Seolah itu benar-benar menderanya. Raut mukanyapun berubah. Mau nangis.
“Udah-udah Bang!”, temanku juga nampak tak mau berlama-lama melihat luka itu.
Kami menunggu. Temanku ternyata memiliki pemikiran yang sama denganku. Dia hanya khawatir, abag itu akal-akalan.
Saat bosku datang, abang itu langsung menyapa. Seolah ingin menunjukkan apa yang dikatakannya tadi benar.
“Ya, ya, ya. Kerjakan! Yang bersih ya! Nunggu hujannya reda dulu!”, kata bosku.
“Tak apa bang, biar saye kerjekan sekarang”.
“Hujan lho”.
“Tak ape”, kata pemuda itu ngeyel.
Kamipun membiarkannya memulai pekerjaanya. Dicabulinya rumput-rumput didepan kantor. Dibersihkannya sampah-sampahnya. Halaman kantorku, tidaklah luas. Mungkin hanya 1 hingga 1 ½ jam untuk membersihkannya.
Saat dia sudah selesai membersihkan, bosku membrinya uang upahnya. Diberinya seperti biasa si bos memberi imbalan pada tukang kebun yang biasa bersih-bersih.
Dia tak mau terima. Tentu saja si bos heran. Kenapa tak mau dia terima?
“Ngopo yo, kok ra gelem? Rodo setres opo pie wonge?”, si bos menemui kami yang saat itu sedang akan memulai rapat.
“Kurang kalik tu...”, aku menyela.
Kemudian ditambah lagi jumlah uangnya oleh si bos. Ternyata benar. Orang itu menolak karena jumlah uangnya dianggap tidak sesuai standarnya.
Si bos tak mau lagi menemui orang itu. Kesal nampaknya. Disuruhnya temanku yang sedang asyik menikmati gorengan. Temanku memberikan uang itu sambil sewot.
“Ni, besok-besok jangan ke sini lagi ya!”
“Lho, abang kok marah?”, kata pemuda dengan badan kurus itu.
Dia tak sadar, tindakannya sudah menutup pintu rezkinya. Karena ada efek jera. Dia memang dapat banyak saat itu. tapi lain kali tak bisa kembali lagi.
Banyak orang yang terkadang kurang tepat mengambil strategi. Terutama dalam hal bisnis. Ada yang memilih, memasang harga tinggi. Memang untungnya banyak. Tapi efeknya, pelanggan akan sedikit.
Pembisnis yang ingin awet dalam bidangnya, untung dapat walaupun tak banyal. Akan tetapi pelanggan banyak. Dimanapun dia pergi, pelangan akan mencari. Pelanggan akan datang lagi, jika merasa cocok.
Itu juga yang kuketahui dari Koko Pendi, yang membuka warung sembako di depan gang kosku. Hampir tiap hari aku belanja disana. Aku lebih suka belanja di warung kecil itu, ketimbang di Pasar Kemuning.
Bahkan saat dia sudah pindah lokasi, karena tempat yang disewanya akan dibuat ruko, yang biasa belanja di warung Koko Pendi, ikut pindah juga belanjanya. “Kemane Pendi pergi, diikot...”, gurau Ibu-Ibu yang sedang belanja.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar