Ditulis: Ambaryani
Senin
sore 28 November 2011 aku mendapat sms dari Ibuku di kamupung. Memperingatkan
agar hati-hati dijalan. Kata Ibu, di kampung ada kasus hipnotis. Warga Sabung,
nama kampung ditengah PT. Sawit korbannya. Jalan menuju kampungku memang
melewati perkebunan sawit. Jalan sawit, memang agak ngeri saat melewatinya.
Bukan apa-apa. Orang yang memiliki niat jahat, akan dengan mudah beraksi di
sana.
Kata
Ibu, pelaku hipnotis mencegat korban ditengah jalan. setelah berhenti, korban
ditepuk punggungnya. Setelah itu, pelaku menjarah barang berharga korban. Ada
uang 300 ribu melayang, ada juga yang harus merelakan motor baru yang barunya
digasak.
Kasihan
mendegar kejadian itu. Aksi kejahatan semakin hari bukannya semakin menurun,
tapi sebaliknya. Faktor utama pendorong hal seperti ini, bisa karena tak adanya
lapangan pekerjaan, tak adanya skill dan latar belakang pendidikan untuk
menjemput pekerjaan atau bisa dikatakan lebih kepada gengsi. Pilih-pilih
pekerjaan, hingga tak dapat-dapat.
Kemudian
menemukan jalan buntu, yang melahirkan pikiran-pikiran instan. Mencari jalan
pintas untuk mendapat rupiah. Maraknya aksi kejahatan, mau tak mau membuat
siapapun harus lebih waspada dan hati-hati.
Aku
jadi ingat kejadian di pengujung Oktober. Aku dan 2 orang teman sedang menunggu
diteras tempat kerjaku. Pintu masih terkunci. Si bos masih diperjalanan.
Disela-sela
menunggu, datang laki-laki bercelana pendek hitam dan baju kaos plus topi. Dia
juga membawa tas kecil hitam. Taksiranku, usianya belum kepala 3.
Dia
bilang sudah ketemu si bos kemaren malam. Katanya bos menyetujui dia
membersihkan halaman kantor kami.
“Saye
kerjekan ye kak. Saye dah ketemu abang,” katanya dengan muka memelas.
“Abang
siapa yang ditemui?”. Dia tak bisa menyebutkan nama yang sudah ditemuinya. Aku
dan temanku semakin curiga.
“Nantik
jak bang, soalnya kami tak tau menau. Kalau abang bersihkan, setelah itu
tanggung jawab bos,” kataku. Temanku juga mengiyakan. Dia sependapat denganku.
Tiba-tiba
dia menggeluarkan selembar kertas bertulis tangan. Temanku yang membacanya. Aku
sudah berpikir macam-macam.
Kata
temanku, dia minta bantuan untuk biaya oprasi mengeluarkan pen yang tertanam di
paha kirinya. Dia juga menunjukkannya. Ada luka yang mulai membusuk. Aku hanya
melihat sekilas. Tidak tahan melihatnya.
Saat
pria itu menyisingkan celana pendeknya. Dia sambil meringis kesakitan. Seolah itu
benar-benar menderanya. Raut mukanyapun berubah. Mau nangis.
“Udah-udah
Bang!”, temanku juga nampak tak mau berlama-lama melihat luka itu.
Kami
menunggu. Temanku ternyata memiliki pemikiran yang sama denganku. Dia hanya
khawatir, abag itu akal-akalan.
Saat
bosku datang, abang itu langsung menyapa. Seolah ingin menunjukkan apa yang
dikatakannya tadi benar.
“Ya,
ya, ya. Kerjakan! Yang bersih ya! Nunggu hujannya reda dulu!”, kata bosku.
“Tak
apa bang, biar saye kerjekan sekarang”.
“Hujan
lho”.
“Tak
ape”, kata pemuda itu ngeyel.
Kamipun
membiarkannya memulai pekerjaanya. Dicabulinya rumput-rumput didepan kantor. Dibersihkannya
sampah-sampahnya. Halaman kantorku, tidaklah luas. Mungkin hanya 1 hingga 1 ½ jam
untuk membersihkannya.
Saat
dia sudah selesai membersihkan, bosku membrinya uang upahnya. Diberinya seperti
biasa si bos memberi imbalan pada tukang kebun yang biasa bersih-bersih.
Dia tak
mau terima. Tentu saja si bos heran. Kenapa tak mau dia terima?
“Ngopo
yo, kok ra gelem? Rodo setres opo pie wonge?”, si bos menemui kami yang saat
itu sedang akan memulai rapat.
“Kurang
kalik tu...”, aku menyela.
Kemudian
ditambah lagi jumlah uangnya oleh si bos. Ternyata benar. Orang itu menolak
karena jumlah uangnya dianggap tidak sesuai standarnya.
Si bos
tak mau lagi menemui orang itu. Kesal nampaknya. Disuruhnya temanku yang sedang
asyik menikmati gorengan. Temanku memberikan uang itu sambil sewot.
“Ni,
besok-besok jangan ke sini lagi ya!”
“Lho,
abang kok marah?”, kata pemuda dengan badan kurus itu.
Dia tak
sadar, tindakannya sudah menutup pintu rezkinya. Karena ada efek jera. Dia
memang dapat banyak saat itu. tapi lain kali tak bisa kembali lagi.
Banyak
orang yang terkadang kurang tepat mengambil strategi. Terutama dalam hal
bisnis. Ada yang memilih, memasang harga tinggi. Memang untungnya banyak. Tapi efeknya,
pelanggan akan sedikit.
Pembisnis
yang ingin awet dalam bidangnya, untung dapat walaupun tak banyal. Akan tetapi
pelanggan banyak. Dimanapun dia pergi, pelangan akan mencari. Pelanggan akan
datang lagi, jika merasa cocok.
Itu juga
yang kuketahui dari Koko Pendi, yang membuka warung sembako di depan gang
kosku. Hampir tiap hari aku belanja disana. Aku lebih suka belanja di warung
kecil itu, ketimbang di Pasar Kemuning.
Bahkan
saat dia sudah pindah lokasi, karena tempat yang disewanya akan dibuat ruko, yang
biasa belanja di warung Koko Pendi, ikut pindah juga belanjanya. “Kemane Pendi
pergi, diikot...”, gurau Ibu-Ibu yang sedang belanja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar