Berawal dari sebuah pertanyaan teman, mengapa penting
memilih pendidikan pesantren dibanding pendidikan umum?
Berdasarkan pengalaman dan cerita teman, pendidikan
pesantren memberikan banyak dampak positif pada dirinya selama 6 tahun
menjalani pendidikan di pondok pesantren. Sama tingkatannya dengan SMP dan SMA,
jika di pesantren MTS dan Aliyah.
Pertama, sisi positif tersebut adalah, pesantren menerapkan
disiplin tidak hanya pada jam belajar mengajar. Akan tetapi pada seluruh
aktifitas di dalam asrama. Dari bangun tidur sampai tidur lagi sudah ada tata
aturanya. Yang coba membandel atau tidak ikut aturan, harus siap mendapat hukuman.
Bagun tidur misalnya. Harus sudah ready beraktifitas sejak
pukul 3.30. yang terlambat bangun, otomatis tidak tahajud dan shalat subuh
berjama’ah. Jangankan tidak shalat wajib berjama’ah, tidak melaksanakan shalat
sunah saja mendapatkan hukuman tersendiri. Sanksi-sanksi ini harus tetap
ditegakkan, agar anak tidak mengangap, aturan hanyalah aturan. Tanpa penerapan.
Selain itu, efek lain agar anak jera dan bisa berlatih disiplin pada dirinya
sendiri. Karena dampak dari disiplin tidak dirasakan oleh orang lain, kecuali
dirinya sendiri. Malam hari, mengulang pelajaran tidak boleh di dalam asrama.
Harus diruangan kelas, dan diawasi wali kelas masing-masing ataupun guru yang
ditugaskan.
Akan ada senior juga guru yang mengawasi tindak-tanduk
mereka, yang siap mencatat sekecil apapun kesalahan yang mereka lakukan.
Tentunya kesalahan itu dicatat untuk mengingatkan mereka agar itu tak boleh
terjadi lagi. Ada jasus (mata-mata) bahasa.
Dilingkup pesantren, santri diharuskan menggunakan 2 bahasa.
Arab dan Inggris. Ada yang berbicara menggunakan bahasa selain Arab dan
Inggris, padahal kosa-katanya sudah diberikan, akan mendapat ganjaran. Ini juga
yang menjadi lulusan pesantren memiliki nilai tawar tinggi. Selain ilmu agama
dan umum dapat, alumni bisa cas-cus dengan bahasa Arab dan Inggris.
Tentunya pola pendidikan yang diterapkan pesantren sangat
membantu orang tua dalam mendidik dan membentuk karakter anak. Tak hanya sekali
saya mendengar keluhan orang tua yang kesulitan menghadapi anak yang kecanduan
ngenet, susah belajar karena smsan, juga televisi. Belum lagi, kekhawatiran
orang tua terhadap pergaluan anak.
Semua kemungkinan penyimangan itu akan terpangkas dengan
sendirinya ketika anak masuk pesantren. Di pesantren tak boleh membawa alat
komunikasi, tak ada televisi, juga warnet. Pergaulan tentunya hanya sesama
mereka santri yang ada dalam pesantren.
Memang pada awalnya hidup dipesantren, akan ada rasa
frustasi dengan segala aturan yang ada. Akibatnya anak tidak betah dan merengek
pada orang tua. Jika orang tua lemah dan berdalih kasihan pada anak, tentu akan
menyerah dan membawa pulang kembali anak ke rumah. Tapi, jika orang tua
memiliki pemikiran demi kebaikan dan masa depan anak, pendidikan pesantren akan
memberikan jaminan ganda pada anaknya. Jika tak bisa 6 tahun, 3 tahun sudah
cukup membentuk karakter anak. Tentunya jika bisa lebih lama, hasilnya akan
lebih maksimal.