Kamis, 15 November 2012

“Benuak”


Ditulis: Ambaryani
Tulisan ini dibuat untuk pemanasan, sebelum keberangkatan ke lapangan. Kalimantan Timur.
Menurut cerita lisan, suku ini berasal dari perbatasan Sarawak (Malaysia). Mereka keluar dari wilayah tersebut karena terjadinya peperangan dan tekanan dari Dayak Iban, dan sampailah mereka di Kalimantan Timur. Wilayah yang mereka tempati bernama Benuaqkn, dan maka dari itu mereka menamai diri dengan Benuak atau sering dituliskan dengan Benuaq.
Suku ini mengantungkan kehidupan mereka dengan bertanam padi di ladang dengan sistem ladang berpindah. Sumber tambahan lain dengan meramu hasil hutan. Damar, rotan, menangkap ikan, berburu, membuat anyaman dan bertenun. Hasil tenunan suku Benuak dinamai Ulap Doyo, yang merupakan kain panjang yang bahan dasarnya adalah daun doyo. Kemudian dinamakanlah hasil tenunan itu dengan Ulap Doyo.
Kebiasaan suku ini masih alami. Mereka memanfaatkan hasil alam, bahan-bahan alami untuk kebutuhan hari-hari. Dalam hal kecantikan, kaum wanita juga memanfaatkan dedaunan, akar-akaran, kulit kayu sebagai bahan kosmetik tradisional.
Dalam hal riligius, suku Benuak begitu percaya campur tangan roh dalam kelangsungan hidup atau aktifitas mereka. Upacara yang mereka anggap penting adalah upacara kawangkai. Mereka meyakini, sanak saudara yang telah meninggal dan sudah dilakukan upacara kawangkai akan tenang berada di gunung Lumut. Gunung ini terletak diperbatasan antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Dalam pelaksanaan upacara ini, hal yang tidak kalah pentingnya juga adalah pemotongan binatang kurban. Upacara dengan adanya binatang kurban, mereka kenal dengan sebutan tiwah. Dan biasanya binatang yang digunakan adalah kerbau.
Yang tidak kalah pentingnya dari diselenggarakannya upacara kematian+binatang kurbannya adalah, siapapun yang mampu melaksanakan atau membiayayi terselenggaranya upacara ini, akan meningkat status sosialnya. Dan itu menjadi gengsi tersendiri bagi masyarakat setempat. Upacara ini berlangsung lama. Lebih sebulan. Memberi makan orang sekampung dan binatang kurban kerbau. Tentunya yang tidak memiliki uang yang banyak tidak mampu menyelenggarakan upacara sedemikian rupa. Harga kerbaunya saja sudah menguras dompet.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar