Ditulis: Ambaryani
Tulisan ini dibuat untuk pemanasan, sebelum keberangkatan ke
lapangan. Kalimantan Timur.
Menurut cerita lisan, suku ini berasal dari perbatasan
Sarawak (Malaysia). Mereka keluar dari wilayah tersebut karena terjadinya
peperangan dan tekanan dari Dayak Iban, dan sampailah mereka di Kalimantan
Timur. Wilayah yang mereka tempati bernama Benuaqkn, dan maka dari itu mereka
menamai diri dengan Benuak atau sering dituliskan dengan Benuaq.
Suku ini mengantungkan kehidupan mereka dengan bertanam padi
di ladang dengan sistem ladang berpindah. Sumber tambahan lain dengan meramu
hasil hutan. Damar, rotan, menangkap ikan, berburu, membuat anyaman dan
bertenun. Hasil tenunan suku Benuak dinamai Ulap Doyo, yang merupakan kain
panjang yang bahan dasarnya adalah daun doyo. Kemudian dinamakanlah hasil
tenunan itu dengan Ulap Doyo.
Kebiasaan suku ini masih alami. Mereka memanfaatkan hasil
alam, bahan-bahan alami untuk kebutuhan hari-hari. Dalam hal kecantikan, kaum
wanita juga memanfaatkan dedaunan, akar-akaran, kulit kayu sebagai bahan
kosmetik tradisional.
Dalam hal riligius, suku Benuak begitu percaya campur tangan
roh dalam kelangsungan hidup atau aktifitas mereka. Upacara yang mereka anggap
penting adalah upacara kawangkai. Mereka meyakini, sanak saudara yang telah
meninggal dan sudah dilakukan upacara kawangkai akan tenang berada di gunung
Lumut. Gunung ini terletak diperbatasan antara Kalimantan Timur dan Kalimantan
Tengah. Dalam pelaksanaan upacara ini, hal yang tidak kalah pentingnya juga
adalah pemotongan binatang kurban. Upacara dengan adanya binatang kurban,
mereka kenal dengan sebutan tiwah. Dan biasanya binatang yang digunakan adalah
kerbau.
Yang tidak kalah pentingnya dari diselenggarakannya upacara
kematian+binatang kurbannya adalah, siapapun yang mampu melaksanakan atau
membiayayi terselenggaranya upacara ini, akan meningkat status sosialnya. Dan itu
menjadi gengsi tersendiri bagi masyarakat setempat. Upacara ini berlangsung
lama. Lebih sebulan. Memberi makan orang sekampung dan binatang kurban kerbau.
Tentunya yang tidak memiliki uang yang banyak tidak mampu menyelenggarakan
upacara sedemikian rupa. Harga kerbaunya saja sudah menguras dompet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar