Ditulis: Ambaryani
Sudah lama kau membiarkan otakku tumpul. Hampir setahun aku
tidak produktif ‘menulis’. Walaupun, sebelumnya juga tidak produktif benar.
Tapi, paling tidak masih terhitung sering aku menulis.
Tulisan yang kuhasilkan memang tidaklah berbobot seperti
yang banyak orang harapkan. Tulisan yang bermutu. Kata salah satu teman, saking
mau bermutunya, sampai tak ada tulisannya satupun. Tulisanku sebelumnya, banyak
tenang hal-hal yang kualami dalam hari-hari.
Mengalir begitu saja. Kutulis apa adanya. Ini kulakukan
untuk menjaga konsistensi, dulu. Harus nulis apa saja. Yang dulunya aku agak
risih dengan kata-kata romantis dalam puisi. Tapi, karena ingin menjaga untuk
tetap menulis apapun, puisipun juga kutulis.
Kalau hati sedang melangkolis, merasa paling berat beban
dipundak, merasa paling teraniaya, jadilah beberapa pusi. Paling tidak 1 puisi.
Tulisan panjang, agak kurang. Biasalah pemula. Selalu begitu. Menulis
tergantung mood.
Rutinitasku, dan sekelilingku yang jauh dari iklim menulis
membuat semangat menulisku terombang-ambing. Dulu, sebelum menyelesaikan setudi
di kampus, aku nyemplung di komunitas menulis. Dan itu pilihanku. Kurasa pilihan
paling tepat. Karena kalau akau tidak nulis, aku akan malu dengan teman-teman
yang sama-sama sedang belajar menulis. Belajar menumbuhkan semangat menulis dan
menjaga semangat itu.
Dulu semangat itu sangat terasa. Tapi, setelah tak lepas
dari kampus, banyak godaan. Terlebih jika sudah berada di dunia kerja, dan tak
pandai menyisihkan waktu untuk terus menjaga semangat. Akulah contohnya. Akan
tumpul.
Sebenarnya, banyak ide yang muncul. Hanya karena alasan ‘tak
punya waktu’, ide itu hilang. Alasan itu sebenarnya hanya untuk pembenaran rasa
malas yang merayu agar pikiran dan keterampilan semakin tumpul tak terasah. Dan
berhasillah ‘setan-setan’ mengajakku menjadi golongan pemalas nulis.
Setahun, orang lain bisa lebih 2 buku yang dihasilkan. Aku?
Jangankan buku, tulisanpun bisa dihitung dengan 5 jari. Malu. Malu dengan apa
yang pernah kusampaikan pada adik-adik bimbinganku di MAN 1 Pontianak dulu.
Malu dengan adik-adik yang masih sekolah dasar di Teluk Bakung yang pernah kuberi
motivasi dulu. Aku harus kejam pada diriku sendiri.
Bisa tidak bisa, suka tidak suka, buntu atau tidak, harus
menulis. Ini harus kupaksakan pada diriku. Kalu tidak, aku akan terus mengalami
penurunan. Memang benar, memulai lebih mudah dari pada menjaga.
Tentu saja aku tak mau sedikit kemampuanku menulis hilang.
Aku ingin terus melatihnya. Yang sedikit itu kemudian bisa menjadi bertambah
sedikit, dan jadi bukit. Itu harapanku.
Aturan atau keharusan, memang mutlak bagi yang ingin terus terjaga
semangatnya. Rasanya memang kejam. Tapi, kalau kenikmatan melakukan sesuatu belum
dicapai, sedikit kemungkinan bisa konsisten jika tidak dipaksa. Kalau ada yang
meragukan pendapatku, monggo! Ini hipotesa yang kudapat dari pengalamanku
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar