Ditulis: Ambaryani
Seorang temanku mengalami musibah beruntun. Barang-barang
berharganya hilang. Pencuri mengulangi aksinya setelah berhasil mengondol
kamrea SLR. Kejadian itu terjadi di rumah yang selama ini ditempatinya. Bahkan posisi
barang yang hilang berada di dalam kamarnya.
Menurut temanku, selama ini kejadian begini belum pernah
terjadi. Baru kali pertama. Dulu, hanya hal-hal kecil yang pernah hilang. Yang lebih
membuatnya tidak habis pikir, posisi kamarnya berbelit. Kalau orang tidak biasa
masuk kamarnya, akan sedikit kesusahan mendeteksi. Hal lain yang ganjil. Di hari
naas itu, dia (yang kehilangan barang) dan teman-temannya sedang kumpul di
warnet depan rumahnya. Dan diantara mereka tak ada yang mengetehaui peristiwa
itu. Tak ada yang mencurigakan katanya, dan tas teman-temannya yang diletakkan
di ruang tamu, tak diambil pelaku.
Itu yang membuat korban merasa benar-benar aneh. Mengapa barang
yang tergeletak di ruang tamu, tidak diambil malah mencari barang yang
posisinya di kamar yang berbelit posisinya. Jendela kamar juga tidak terbuka
katanya.
Kamera SLRnya raib. Tak lama berselang setelah hari naas
itu, laptop, hp plus dompetnya ikut-ikutan dimaling. Yang kemudian aki
motornyapun dipretel maling.
Dia begitu tertekan dengan kejadian beruntun itu. Badannya nampak
kurus. Pikirannya tersita pada barang-barang yang sudah melayang. Belum lagi,
proses penyidikan polisi tak juga membuahkan hasil.
Menemui titik didih, dia mendatangi dukun. Diikutinya saran
teman-temannya yang juga pernah menggunakan jasa dukun dan barang yang hilang
kembali. Lebih 10 dukun yang sudah didatangi katanya. Bahkan dukun dari
Ketapang juga dimintai pertolongan. Dia menemukan kebuntuan. Polisi tak juga membantu
barangnya bisa kembali. Padahal polisi sudah mengantongi nama orang yang
mengambil haknya.
Kamera adalah temannya. Dan itu sangat berarti baginya. Dia ingin
barangnya segera kembali. Tapi, lagi-lagi. Kalau belum rezki, berpuluh dukunpun
didatangi, tak lantas membuat barang yang hilang bisa kembali.
“Malu rasanya hari gini saya masih ke dukun. Tapi saya cuma
mau barang saya kembali. Kalaulah google bisa menemukan apa yang saya cari kali
ini, tak mungkin saya ke dukun”, dia bergurau dan diakhiri dengan nada pasrah. Akupun
senyum melihatnya begitu. Ekspresi orang yang sedang mumet. Emosinya diaduk-aduk
karena peristiwa itu. Itu yang membuatnya berpikir instan.
Banyak orang yang terjebak dalam emosi. Hingga tak bisa
mengontrol perkataan dan tindakan. Jika itu terjadi, dirinya sendiri yang
menjadi tumbalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar