Kamis, 02 Februari 2012

Polisi, Dukun dan Goggle


Ditulis: Ambaryani
Seorang temanku mengalami musibah beruntun. Barang-barang berharganya hilang. Pencuri mengulangi aksinya setelah berhasil mengondol kamrea SLR. Kejadian itu terjadi di rumah yang selama ini ditempatinya. Bahkan posisi barang yang hilang berada di dalam kamarnya.
Menurut temanku, selama ini kejadian begini belum pernah terjadi. Baru kali pertama. Dulu, hanya hal-hal kecil yang pernah hilang. Yang lebih membuatnya tidak habis pikir, posisi kamarnya berbelit. Kalau orang tidak biasa masuk kamarnya, akan sedikit kesusahan mendeteksi. Hal lain yang ganjil. Di hari naas itu, dia (yang kehilangan barang) dan teman-temannya sedang kumpul di warnet depan rumahnya. Dan diantara mereka tak ada yang mengetehaui peristiwa itu. Tak ada yang mencurigakan katanya, dan tas teman-temannya yang diletakkan di ruang tamu, tak diambil pelaku.
Itu yang membuat korban merasa benar-benar aneh. Mengapa barang yang tergeletak di ruang tamu, tidak diambil malah mencari barang yang posisinya di kamar yang berbelit posisinya. Jendela kamar juga tidak terbuka katanya.
Kamera SLRnya raib. Tak lama berselang setelah hari naas itu, laptop, hp plus dompetnya ikut-ikutan dimaling. Yang kemudian aki motornyapun dipretel maling.
Dia begitu tertekan dengan kejadian beruntun itu. Badannya nampak kurus. Pikirannya tersita pada barang-barang yang sudah melayang. Belum lagi, proses penyidikan polisi tak juga membuahkan hasil.
Menemui titik didih, dia mendatangi dukun. Diikutinya saran teman-temannya yang juga pernah menggunakan jasa dukun dan barang yang hilang kembali. Lebih 10 dukun yang sudah didatangi katanya. Bahkan dukun dari Ketapang juga dimintai pertolongan. Dia menemukan kebuntuan. Polisi tak juga membantu barangnya bisa kembali. Padahal polisi sudah mengantongi nama orang yang mengambil haknya.
Kamera adalah temannya. Dan itu sangat berarti baginya. Dia ingin barangnya segera kembali. Tapi, lagi-lagi. Kalau belum rezki, berpuluh dukunpun didatangi, tak lantas membuat barang yang hilang bisa kembali.
“Malu rasanya hari gini saya masih ke dukun. Tapi saya cuma mau barang saya kembali. Kalaulah google bisa menemukan apa yang saya cari kali ini, tak mungkin saya ke dukun”, dia bergurau dan diakhiri dengan nada pasrah. Akupun senyum melihatnya begitu. Ekspresi orang yang sedang mumet. Emosinya diaduk-aduk karena peristiwa itu. Itu yang membuatnya berpikir instan.
Banyak orang yang terjebak dalam emosi. Hingga tak bisa mengontrol perkataan dan tindakan. Jika itu terjadi, dirinya sendiri yang menjadi tumbalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar