Ditulis: Ambaryani
Pagi itu, sebelum persentasi
hasil penelitian Pengetahuan Tradisional Masyarakat Dayak Benuaq Kalimantan
Timur, Pak Yusriadi sebagai koordinator penelitian ini menyerahkan 2 buku
kepada Farninda Aditia (Ninda). Kedua buku itu, adalah hasil lain dari
penelitian ini, selain makalah yang kami bentangkan hari itu.
“Nanti, kasi buku ini pada orang
yang pertanyaanya ok!” kata Pak Yus pada Ninda.
Ninda mengangguk paham dengan
perintah itu. Diatas meja ada 4 buku dengan judul Orang Benuaq di Tanjung Isuy
Pedalaman Mahakam dan bersampul merah itu. Buku saya dan Ninda 2, dan buku
untuk penanya 2. Kami tentu bangga menenteng hasil lain dari penelitian itu.
Buku yang berisi data harian yang kami ceritakan dalam bentuk kisah perjalanan.
Buku itu dibuat atas inisiatif
tim kami sendiri. Tidak ada anggaran khusus untuk penerbitan buku. Tapi, tekad
tim bulat. Biarlah memotong jatah harian kami untuk penerbitan buku ini. Yang
terpenting, momen dilapangan bisa kami abadikan dalam bentuk buku.
Pagi sampai siang, bahkan sore
dan malam kami mencari data. Disela waktu istirahat shalat dan makan, kami
gunakan untuk menulis. Titik pentingnya, apa yang kami dapatkan hari itu, harus
tuntas hari itu juga. Menjadi sebuah tulisan. Agar tidak menjadi beban hari
esok. Karena hari berikutnya, akan mendapat data baru lagi. Kalau tidak kami
tulis langsung, pekerjaan kami akan menumpuk. Begitu peraturan yang diterapkan
dalam tim kami.
Seakan menjadi kompor semangat,
setiap hari Pak Yus selalu menanyakan berapa tulisan yang dihasilkan hari ini?
Ada yang 1, 2 bahkan 3 tulisan dalam sehari. Dengan begitu, satu tim berpacu
dalam menghasilkan karya. Tidak mau ketinggalan.
Dan pagi itu, kompor semangat itu
menyala lagi dilantai 2 Orchadz. Diakhir sesi pembentangan makalah, Pak Yus
yang mulai menyalakan kompor itu. Ditampilkan cover buku di slide terakhir.
Terpampang selama sesi tanya jawab. Karena memang, tim kami mendapat giliran
kedua pada sesi itu.
Saat melihat cover buku yang
terpampang itu, beberapa peserta bisik-bisik dengan teman yang duduk
disampinya. Sambil sesekali menunjuk ke arah slide.
Ada juga yang mengatakan, ‘Mereka
buat buku’.
Setelah selesai sesi tanya jawab,
Ninda melaksanakan tugasnya. Buku pertama, jatuh pada Pak Sudarto. Buku kedua, kami
putuskan untuk diserahkan pada pembading dalam sesi pembentangan makalah kami,
yang juga dari Kalimantan Timur. Dr. Gaudentius Simon Devung. Saat sesi itulah,
kemudian peserta agak riuh. Ada seloroh dari salah satu peserta yang memancing
keriuhan.
“Wah...ini sponsor Kick Andy”
Andy F. Noya sebagai presenter
dalam acara itu, sering membagikan buku hasil tulisannya pada yang hadir di
studio diujung acara. Setelah peserta bubar istirahat makan siang, ada yang
mendatangi Pak Yus.
“Saya tanya sekarang, bisa dapat
buku lagi?”
Peserta itu nampak menyesal tidak
bertanya. Kehilangan kesempatan mendapat buku. Ada juga anggota tim lain yang
menghampiri Pak Yus.
“Wah, nampaknya saya salah tim
Pak Yus.”
Pak Yus tertawa mendengarnya. Memang,
buku itu jauh dari kata sempurna. Banyak kurang disana-sini. Tapi, paling tidak
terbitnya buku itu bisa menjadi kompor semangat bagi orang lain. Semoga semakin
banyak yang tersulut semangatnya untuk terus menghasilkan karya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar