Rabu, 09 Januari 2013

‘Kompor’ Semangat



Ditulis: Ambaryani
Pagi itu, sebelum persentasi hasil penelitian Pengetahuan Tradisional Masyarakat Dayak Benuaq Kalimantan Timur, Pak Yusriadi sebagai koordinator penelitian ini menyerahkan 2 buku kepada Farninda Aditia (Ninda). Kedua buku itu, adalah hasil lain dari penelitian ini, selain makalah yang kami bentangkan hari itu.
“Nanti, kasi buku ini pada orang yang pertanyaanya ok!” kata Pak Yus pada Ninda.
Ninda mengangguk paham dengan perintah itu. Diatas meja ada 4 buku dengan judul Orang Benuaq di Tanjung Isuy Pedalaman Mahakam dan bersampul merah itu. Buku saya dan Ninda 2, dan buku untuk penanya 2. Kami tentu bangga menenteng hasil lain dari penelitian itu. Buku yang berisi data harian yang kami ceritakan dalam bentuk kisah perjalanan.  
Buku itu dibuat atas inisiatif tim kami sendiri. Tidak ada anggaran khusus untuk penerbitan buku. Tapi, tekad tim bulat. Biarlah memotong jatah harian kami untuk penerbitan buku ini. Yang terpenting, momen dilapangan bisa kami abadikan dalam bentuk buku.
Pagi sampai siang, bahkan sore dan malam kami mencari data. Disela waktu istirahat shalat dan makan, kami gunakan untuk menulis. Titik pentingnya, apa yang kami dapatkan hari itu, harus tuntas hari itu juga. Menjadi sebuah tulisan. Agar tidak menjadi beban hari esok. Karena hari berikutnya, akan mendapat data baru lagi. Kalau tidak kami tulis langsung, pekerjaan kami akan menumpuk. Begitu peraturan yang diterapkan dalam tim kami.
Seakan menjadi kompor semangat, setiap hari Pak Yus selalu menanyakan berapa tulisan yang dihasilkan hari ini? Ada yang 1, 2 bahkan 3 tulisan dalam sehari. Dengan begitu, satu tim berpacu dalam menghasilkan karya. Tidak mau ketinggalan.
Dan pagi itu, kompor semangat itu menyala lagi dilantai 2 Orchadz. Diakhir sesi pembentangan makalah, Pak Yus yang mulai menyalakan kompor itu. Ditampilkan cover buku di slide terakhir. Terpampang selama sesi tanya jawab. Karena memang, tim kami mendapat giliran kedua pada sesi itu.
Saat melihat cover buku yang terpampang itu, beberapa peserta bisik-bisik dengan teman yang duduk disampinya. Sambil sesekali menunjuk ke arah slide.
Ada juga yang mengatakan, ‘Mereka buat buku’.
Setelah selesai sesi tanya jawab, Ninda melaksanakan tugasnya. Buku pertama, jatuh pada Pak Sudarto. Buku kedua, kami putuskan untuk diserahkan pada pembading dalam sesi pembentangan makalah kami, yang juga dari Kalimantan Timur. Dr. Gaudentius Simon Devung. Saat sesi itulah, kemudian peserta agak riuh. Ada seloroh dari salah satu peserta yang memancing keriuhan.
“Wah...ini sponsor Kick Andy”
Andy F. Noya sebagai presenter dalam acara itu, sering membagikan buku hasil tulisannya pada yang hadir di studio diujung acara. Setelah peserta bubar istirahat makan siang, ada yang mendatangi Pak Yus.  
“Saya tanya sekarang, bisa dapat buku lagi?”
Peserta itu nampak menyesal tidak bertanya. Kehilangan kesempatan mendapat buku. Ada juga anggota tim lain yang menghampiri Pak Yus.
“Wah, nampaknya saya salah tim Pak Yus.”
Pak Yus tertawa mendengarnya. Memang, buku itu jauh dari kata sempurna. Banyak kurang disana-sini. Tapi, paling tidak terbitnya buku itu bisa menjadi kompor semangat bagi orang lain. Semoga semakin banyak yang tersulut semangatnya untuk terus menghasilkan karya.  
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar